Keterampilan Mendengar untuk Mengerti

Bagi Tuhan: Mendengar Lebih Cepat (Berharga) dari pada Melihat (ilustrasi dari sumber internet)

Berbagai penelitian tentang alam semesta dan manusia hingga saat ini, menerangkan meski kecepatan suara lebih lambat dari pada kecepatan cahaya namun Tuhan merancang manusia mempunyai kepekaan pendengaran lebih cepat dari kepekaan melihat cahaya. Kecepatan pendengaran manusia adalah 0,025 detik sedangkan kecepatan penglihatan manusia adalah 0,2 detik. Ini artinya otak atau pikiran manusia lebih cepat menerima suara (mendengar) daripada cahaya (melihat).

Manusia diciptakan dengan sensor pendengaran lebih cepat adalah untuk bereaksi cepat untuk bertahan hidup. Misalnya mendengar suara seperti air menderu dari atas gunung berarti orang mendengar ada tumpahan air besar ke sungai atau banjir bandang. Atau ada suara guntur mengelegar di langit, meskipun di dalam rumah itu tandanya akan ada hujan badai. Manusia harus bersiap sedia terhadap perubahan alam ataupun bencana yang mengancam.

Salah satu ulasan menarik dari kemampuan mendengar manusia menurut penelitian seorang ilmuwan bernama Seth S Horowitz yang digambarkan dalam bukunya berjudul: “The Universal Sense: How Hearing Shape Mind”, suara di alam membentuk pola pikir manusia untuk bertahan hidup dari letusan gunung, hujan dan suara meteor menderu di langit namun juga suara lainnya seperti kicauan burung, lantuan melodi musik maupun lagu juga membentuk pikiran manusia setiap harinya secara emosional dan memori (ingatan). Lebih lanjut dia menerangkan bahwa bilamana dalam musik ada yang namanya musik orkestra, demikian juga dalam otak manusia ada “jaringan otak orkestra (neuronal orchestra)” yang menyerap audio tertentu dan meningkatkan kemampuan otak baik memori maupun emosional.

Sepertinya untuk meningkatkan kemampuan pikiran , manusia seyogyanay melakukan seleksi juga terhadap suara yang ingin didengarnya setiap menit hingga setiap hari untuk melatih jaringan orkestra secara postif dan berguna. Ini artinya manusia harus menemukan keterampilan mendengar yaitu mendengarkan yang berguna untuk pikiran dan hatinya setiap menit setiap hari.

Pada tulisan saya sebelumnya bagaimana Tuhan telah membuka misteri bagaimana manusia bisa mengerti yaitu kali pertama adalah dengan mendengarkan selanjutnya dengan menyimpan dalam hati dan akhirnya praktek dengan ketekunan

Ini artinya bahwa keterampilan mendengar adalah salah satu komponen penting untuk mengerti, sebagaimana yang Tuhan singkapkan.

Mengutip dari laman bible.org , hal mendengarkan (Hear) Firman Tuhan tercatat sekitar 347 kali. Jenis kata-katannya kurang lebih seperti ini: “Hear the Word of The Lord”, “Hear or Listen Oh Israel”, “Incline Your Ear”, “Give Ear , Pay or Give Attention”.

Dengan mendengarkan Firman Tuhan setiap hari artinya membaca Alkitab dengan suara yang jelas terdengar telinga kita setiap hari adalah kewajiban orang percaya. Membaca dengan bersuara tidak hanya dengan melihat dan membaca dalam hati. Seperti hasil penelitian, suara yang terdengar oleh telinga lebih cepat daripada gambar yang dilihat oleh mata.

Marilah saat ini melatih telinga dengan suara yang baik dari Firman Tuhan. Dengan memberikan suara Firman Tuhan setiap hari maka manusia roh kita setiap hari makin bertumbuh sehat dan kuat.

Jakarta, 23 November 2020.

Mengerti Firman Tuhan

Pada Kerajaan Allah Seumpama Penabur , boleh dikatakan Allah melimpahkan buah berkali lipat bilamana manusia yang mengerti Firman-NYA.

Apa dan bagaimana mengerti Firman-NYA menurut Alkitab?

Mari kita telusuri arti karta mengerti terlebih dahulu sebagai berikut:

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia: mengerti (kata kerja) adalah (telah dapat) menangkap (memahami, tahu) apa yang dimaksud oleh sesuatu; paham

Dalam perumpamaan penabur yang aslinya dalam bahasa Yunani , kata mengerti diambil dari kata “suneimi” yang diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi “to put together” artinya secara mental mampu memahami dan mempertimbangkan secara bijaksana. Dalam bahasa Ibrani “suneimi” ini sepadan dengan kata “Binah” yang artinya memahami secara menyeluruh atau sempurna baik pengetahuan maupun artian dengan bijaksana. Arti mendasarnya kurang lebih adalah (kata kerja) mampu melihat bagaimana bagian-bagian atau aspek suatu masalah saling berkaitan untuk melihat suatu masalah secara keseluruhan dan bukan fakta demi fakta secara terpisah.

Tuhan Yesus membuka misteri dan memberikan jawaban secara terang benderang dari pertanyaan : ” Apa dan bagaimana mengerti Firman Tuhan? “ di dalam Lukas 15 : 8 Alkitab TB: “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”

Mengerti timbul dari orang yang mau mendengar dan menyimpan dalam hati serta mengerjakan Firman Tuhan dengan tekun.

Hal ini sejalan dengan pengertian asal muasal iman: ” Iman timbul dari pendengaran, pendengaran oleh Firman Kristus “( Roma 10: 17 Alkitab TB) dan perbuatan iman (tekun bekerja dengan iman) : “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:26 Alkitab TB).

Sama halnya dengan benih di tanah yang baik. Tanah yang baik adalah tanah subur yang dikerjakan dengan ketekunan sehingga benih yang ultra super unggul menghasilkan buah yang super juga.

Mempertegas arti kata mengerti Firman Tuhan dengan perbandingan orang yang sepanjang hidupnya mengenal Firman Tuhan namun dikatakan tidak mengerti oleh Tuhan Yesus. Sebagaimana tertulis dalam Alkitab:

Maka pada mereka genaplah  nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka. Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat,  tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya. ” (Matius 13: 14 -17 Alkitab TB).

Kiranya tulisan ini dapat menjadi berkat bagi sidang pembaca, silahkan dibagikan supaya banyak yang mendengar menjadi percaya dan berbuah dalm ketekunan.

Jakarta, 20 November 2020

Kerajaan Allah Seumpama Penabur

Penabur Benih
Kerajaan Allah Seumpama Penabur Benih Super Ultra Unggul

Penabur

Allah senantiasa mengumpamakan pribadinya sebagai pemberi segala sesuatu yang baik. Pada perumpamaan tentang Kerajaan Allah, Dia memilih sebagai seorang penabur yang memiliki benih super ultra unggul yang mampu menghasilkan buah 100 kali lipat, 60 kali lipat dan 30 kali lipat.

Uniknya, sepertinya sang penabur ini bukanlah digambarkan sekaligus sebagai seorang pemilik lahan atau seorang petani. Sang penabur digambarkan memiliki kelimpahan benih dan menaburkannya dengan murah hati ke seluruh jenis tanah seperti tanah pinggir jalan, tanah berbatu-batu, tanah bersemak duri dan tanah yang baik (subur).

Tanah Pinggir Jalan

Tanah pinggir jalan adalah tanah yang sering dilalui oleh orang banyak dan diinjak. Tak hanya dilalui orang, tanah ini juga menjadi tempat burung-burung tertentu yang mencari makanan. Salah satu burung yang mencari makan di pinggir jalan adalah burung gagak.

Burung Gagak Kampung

Pengertian tanah pinggir jalan menurut Kerajaan Allah (Matius 13:18 – Alkitab TB) adalah setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga namun tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu.

Tanah Berbatu-Batu

Tanah berbatu-batu adalah tanah yang berada di atas bebatuan dan lapisannya tipis. Dapat juga termasuk jenis tanah Litosol, atau tanah berkapur.

Tanah litosol merupakan tanah berbatu dengan lapisan tanah yang tidak terlalu tebal. Tanah ini berasal dari jenis batu-batuan keras yang belum mengalami pelapukan dengan sempurna. Oleh karena itu, tanah jenis ini sulit untuk ditanami tumbuhan. Tanah litosol memiliki ciri memiliki tekstur yang bermacam-macam, berasal dari batu-batuan keras, dan kandungan unsur haranya rendah. Tanah ini dapat ditemukan di lereng gunung dan pegunungan dan umumnya tidak bisa dimanfaatkan untuk menanam.

Tanah Berbatu – Litosol

Tanah kapur atau mediterania ini merupakan hasil dari pelapukan bebatuan kapur. Karena terbentuk dari tanah kapur, bisa disimpulkan kalau tanah ini tidak subur dan tidak bisa ditanami tanaman yang membutuhkan banyak air. Ciri-ciri tanah kapur adalah berasal dari bebatuan kapur, miskin unsur hara, dan kurang subur. Di Indonesia tanah kapur tersebar di daerah kering, seperti di gunung Kidul Yogyakarta dan di daerah pegunungan kapur seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Tanah kapur ini cocok untuk ditanami pohon jati dan palawija.

Tanah Berkapur – Mediterania

Pengertian tanah berbatu menurut Kerajaan Allah (Matius 13:20-21 – Alkitab TB) adalah setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga dan segera menerimanya dengan gembira. namun tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu kan segera murtad.

Tanah Bersemak Duri

Tanah bersemak duri adalah tanah yang umumnya berada di daerah padang gurun yang subur dengan semak berduri.

Semak Berduri

Pengertian tanah berbatu menurut Kerajaan Allah (Matius 13:22 – Alkitab TB) adalah setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak bebuah.

Tanah yang Baik (Subur)

Tanah yang baik atau tanah subur adalah tanah yang dikenal dengan nama tanah humus berasal adari pelapukan tumbuh-tumbuhan. Tanah berwarna kehitaman, memiliki kandungan mineral yang tinggi dan kaya kan unsur hara. Umumnya tanah ini ditemukan dibawah bebatuan dan tumbuh-tumbuhan yang lebat untuk kemudian digunakan sebagai lapisan atas tanah pertanian sehingga benih yang ditanam mudah tumbuh dan kuat serta menjadi sangat subur.

Tanah Humus

Pengertian tanah berbatu menurut Kerajaan Allah (Matius 13:23 – Alkitab TB) adalah setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga dan mengerti, serta akhirnya menghasilkan buah. Buah yang dihasilkan oleh tanah subur ada yang 100 kali li[pat, ada yang 60 kali lipat dan ada yang 30 kali lipat.

Panen Buah Berlipat Kali Ganda

Kerajaan Allah begitu murah hatinya menabur Firman Tuhan. Firman Tuhan yang berisi janji-janji yang berlimpah kasih dan kekayaan-NYA siap untuk dicurahkan kepada yang menerima dan mengerti.

Menerima artinya menyimpan dalam hati serta merenungkan Firman Tuhan setiap hari. Mengerti artinya meminta pengertian dari Tuhan atas pembacaan Firman Tuhan setiap hari melalui doa kemudian diberikan pengertian untuk melakukan dengan kekuatan dari Tuhan.

Manusia yang suka membaca firman Tuhan dan mengandalkan kekuatan Tuhan (bukan kekuatan sendiri atau manusia lain) seperti pohon yang terus berbuah.

Terima kasih sudah mampir ke sini dan mengenal betapa baik dan dahsyatnya Tuhan kemurahan hati-NYA.

Jakarta- 17 November 2020

Mengenal Filosofi Budaya Batak Toba: Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon

Lingkaran Filosofi Hamoraon-Hagabeon-Hasangapon Berinti Holong

Bangsa Batak Toba dikenal dengan peninggalan keluhuran budayanya. Sepertinya nenek moyang orang Batak Toba meninggalkan filosofi budaya kepada generasi penerus hingga masa mendatang yang panjang.

Meskipun kini  ilmu pengetahuan maupun bukti peninggalan sejarah belum dapat memastikan siapa dan asal nenek moyang Batak Toba. Hanya filosofi budaya ini yang mereka wariskan yakni: Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon.

Tiga nilai luhur yang seyogyanya dijiwai dalam setiap aktivitas masyarakat Batak Toba baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pertemuan keluarga dan acara adat.

Hamoraon

Hamoraon berasal dari kata mora, yang artinya kaya. Secara harafiah, hamoraon artinya adalah kekayaan.

Hagabeon

Hagabeon berasal dari kata gabe, yang artinya mempunyai banyak keturunan (mempunyai anak laki-laki dan perempuan). Secara harafiah, hagabeon artinya adalah banyak turunan.

Hasangapon

Hasangapaon berasal dari kata sangap , yang artinya terhormat, mulia. Secara harafiah, hasangapaon artinya adalah kemuliaan.

Boleh dikatakan ketiga hal ini menjadi akar adat budaya Batak Toba.  Yang mendasari dari ketiganya itu sesungguhnya adalah Kasih (Holong).

Kasih terhadap Sang Pencipta Langit dan Bumi yang akhirnya menguatkan kasih terhadap sesama manusia.

Penjiwaan ketiganya paling dekat adalah prinsip hubungan kekeluargaan yang dikenal dengan sebutan “Dalihan Na Tolu”.

Penerapan Dalam Dalihan Na Tolu 

Dalihan Na Tolu misinya ada tiga yaitu: Somba Marhula-hula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu.

Somba Marhula-hula

Melaksanakan somba marhula-hula atau menghormati (somba-somba) pihak keluarga istri.

Dari akar hamoraon, istri adalah pasangan hidup yang dengan restu-NYA adalah jembatan yang dapat memperkaya jalinan kekeluargaan antara keluarga pihak suami dan pihak isteri. Apalagi bila mendapatkan istri yang baik budi pekertinya yaitu takut akan Tuhan, yang tunduk kepada suami, menghormati orang tuanya juga mertuanya, hidup sederhana dan bekerja keras sehingga keluarganya dapat berpenampilan yang baik, punya pakaian yang layak dan sehat. Inilah kekayaan yang tak ternilai bagi suami yakni istri yang baik sehingga pihak suami sangat menghormati pihak keluarga istri karenanya.

Dari akar hagabeon yakni dari rahim istri yang subur lahir garis keturunan pihak suami. Dengan demikian, adanya keturunan akan menegakkan kekuatan generasi pihak suami. Apalagi konon dahulu, banyak anak banyak rezeki masih kuat berlaku dimana ladang luas dan ternak banyak sehingga banyak anak akan membantu mengurus usaha keluarga sehingga memperbanyak rezeki yang memperkaya keluarga suami juga keluarga istri. Inilah keberuntungan memiliki keturunan sehingga pihak suami sangat menghormati pihak keluarga istri karenanya.

Dari akar hasangapon, dengan memperlakukan istri sebagai pasangan yang sepadan dan menghormatinya sebagai teman hidup dan penopang keluarga dengan keterbukaan dan kejujuran serta kesetiaan maka secara tidak langsung menghadirkan berkat Tuhan bagi keluarga juga pihak keluarga istri.  Inilah menandakan suami menghormati juga pihak keluarga istri sama dengan memperlakukan istri.

Poin utama dari somba marhula-hula adalah  mendapatkan istri yang baik dan takut akan Tuhan, sedapat mungkin dari latar belakang keluarga yang baik dan berakar pada takut akan Tuhan.

Jangan  sampai salah mendapatkan istri karena akibatnya fatal karena melakukan somba marhula-hula akan sekadarnya  atau semata karena tuntutan adat bukan atas dasar kerelaan, buah kasih sayang dan saling menghormati.

Bila sampai mendapatkan istri yang kurang baik maka sepanjang umur pernikahan akan kerap dipenuhi konflik juga akan berimbas kepada pihak keluarga istri tentunya.

Elek Marboru 

Menggenapi elek marboru artinya dapat merangkul saudara perempuan keluarga sendiri dan pihak suami dari saudara perempuan kita, juga keluarga perempuan dari pihak ayah kita, dengan sikap rendah hati dan ramah (elek).

Dari akar hamoraon, siap sedia untuk membantu kelompok yang dalam tataran adat adalah yang posisinya “dibawah” dalam hal sifatnya meringankan langkah pihak “boru” entah itu membantu tenaga, pikiran ataupun materi.  Inilah menandakan  kita dari pihak yang tataran atas mampu membantu “boru” menemukan kekayaannya sendiri.

Dari akar hagabeon yakni pihak puak lelaki yakni penerus marga sesungguhnya ada karena berkat dari rahim “boru” yang selanjutnya mampu melanjutkan garis keturunan hingga jauh ke generasi depan.  Inilah menandakan  kita dari pihak puak lelaki yang berada pada tataran atas memperlakukan dengan hormat pihak “boru” yang turut andil menguatkan keturunan.

Dari akar hasangapon, umumnya pihak “boru” merupakan tangan kanan pihak hula-hula dalam acara paradaton yang bertugas membantu kelancaran acara adat yang digadang oleh pihak keluarga perempuan. Dalam acara adat, kita bisa berada dalam kelompok tataran atas maupun dalam kelompok “boru”.  Bilamana kita bertindak hormat dan baik dalam memperlakukan “boru” maka teladan kita akan menjadi kehormatan bagi kita. Kelak saat kita berada pada posisi “boru” maka akan dihormati juga.

Manat Mardongan Tubu

Menerapkan manat mardongan tubu artinya menerapkan prinsip kehati-hatian  (manat) dalam berinteraksi dengan orang-orang yang posisinya sejajar atau saudara yang semarga (dongan tubu) dimana pun kita berada termasuk dalam acara persekutuan maupun acara adat sekalipun.

Dari akar hamoraon, sedapat mungkin membawa perdamaian yakni dengan menghindarkan diri dari perselisihan atau pertikaian dengan saudara semarga khususnya dalam hal kekayaan. Seperti sedapat bersikap angkuh atau acuh-tak acuh dengan saudara semarga yang dalam posisi lemah atau kekurangan malahan sebaiknya ringan tangan membantu.  Inilah menandakan  hubungan semarga bisa memperkaya layaknya seperti keluarga sehubungan darah.

Dari akar hagabeon yakni sedapat mungkin dengan saudara semarga memperkenalkan kepada anak atau keturunan kita dengan relasi saudara semarga dan saling menghormati sesama keturunan satu marga. Sarananya dengan bergabung dalam persekutuan atau punguan satu marga sehingga memupuk kekuatan keturunan satu marga.

Dari akar hasangapon, dengan rasa saling menghormati dan saling menghargai terhadap satu marga maka pihak diluar satu marga akan melihat kebaikan tersebut bahkan meneladaninya sehingga saudara semarga akan menjadi terhormat dalam kalangan semarga juga diluar itu.

Demikianlah gambaran perwujudan akar filsafat budaya Batak yang sejauh ini saya pahami.

www.edrolnapitupulu.com

Sepenggal Kisah Bangsa Toba dari Sisi Marga Napitupulu – bagian 3

Jadi apa kaitan suku bangsa Toba dengan suku bangsa Toraja bila melihat perkembangan informasi genetika manusia (dikenal dengan DNA : Deoxyribo Nucleic Acid) nenek moyang termuktahir?

Peta Genetika Dunia Garis Keturunan Bapak (Y)- www. transpacificproject.com

Berdasarkan teori dan penelitian genetika, suku bangsa Toba (Sumatera) modern berasal dari negeri Hunan, daratan Cina berdasarkan tipe snip P201: xM7,M134 –  (Karafet 2010). Sedangkan suku bangsa Toraja modern (Sulawesi) berasal dari negeri Sino-Tibet, dataran Cina  berdasarkan tipe snip M122. -(Karafet 2010).  Kedua tipe snip ini sudah ada di sebaran Asia Tenggara sejak 25,000 – 30,000 tahun yang lalu (Shi 2009).

Gunung Toba meletus sekitar 74,000 tahun yang lalu. Suku migrasi dari daratan cina tersebut hadir setelah letusan Gunung Toba. Artinya bila kawasan Gunung Toba purba sudah ada peradaban maka suku bangsa Toba purba bukanlah keturunan bangsa Cina melainkan memiliki ras atau DNA khas tersendiri. Hingga saat ini misteri nenek moyang belum terpecahkan, khususnya suku bangsa  Toba purba.  Dalam artian keturunan suku bangsa Toba modern saat ini yang mengklaim punya dasar silsilah langsung dari Raja Batak bisa jadi adalah keturunan campuran suku bangsa Toba purba dengan imigran Cina. Tentunya ini masih perlu penelitian lebih lanjut.

Menurut hasil penemuan terakhir tentang manusia purba di laman livescience  , tersingkap dari fosil yang ditemukan pada tahun 2009 yang lalu di gua monyet di bagian utara Laos, yang terletak di pegunungan Pahang pada ketinggian  1,170 mdpl telah berumur 63,000 tahun. Penemuan ini mengubah pemikiran bahwa populasi manusia modern 200,000 tahun yang lalu di Afrika melakukan migrasi dari sepanjang garis pantai ke India menuju Asia Tenggara kemudian menuju ke Selatan ke arah Indonesia dan Australasia (Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik). Kini ada pemikiran bahwa populasi lainnya menuju utara atau timur laut menuju Cina melewati pegunungan kemudian menuju Asia Tenggara dimana sebagian kemudian mengikuti alur sungai dan sebagian lagi menuju pegunungan Laos, Vietnam dan Thailand.

Untuk saat ini penelitian kepingan genetika manusia, nenek moyang semua manusia modern didominasi oleh genom manusia Afrika 200,000 tahun yang lalu yang diduga mulai bermigrasi sekitar 80,000 tahun yang lalu dan sampai ke daratan Asia kemudian menyebar dan menetap di dataran Indonesia, Papua Nugini dan Australia sebelum Gunung Toba meletus.  Kemudian dari Asia sebagian populasi menyeberang  ke daratan Eropa , Mediterania dan terakhir ke Amerika Utara dan Amerika Selatan.

Peta Genetika dari Family Tree (www.familiytreedna.com)

 

Tentunya perlu pengujian sampel hampir separuh populasi di dunia sebagaimana yang dilakukan oleh  tim ilmuwan dan sukarelawan dari familytreedna guna memetakan asal-usul setiap orang mulai dari tes dna senilai USD 89 .

Dari semua kilasan informasi tersebut di atas, untuk saat ini suku bangsa Toba purba merupakan keturunan suku dari daratan Afrika. Ketika Gunung Toba meletus 74,000 tahun yang lalu, mereka musnah dan iklim bumi menjadi kacau yakni menjadi zaman es berkepanjangan kurang lebih 1,000 tahun. Kemudian yang tidak terkena dampak letusan adalah populasi yang masih tinggal di daerah Afrika Timur  kurang lebih ada sekitar 5,000 orang. Sejak saat itu kehidupan menjadi sulit dan akhirnya mereka berpindah-pindah mencari  sumber makanan dan penghidupan hingga tersebar ke seluruh dunia.

Jadi kesimpulannya baik suku bangsa Toba modern maupun suku bangsa Toraja merupakan keturunan campuran bangsa Afrika dan bangsa Cina. Salah satu anak suku bangsa Toba modern yaitu marga Napitupulu, bagian dari peta genetika tersebut. Kesimpulan untuk saat ini.(jkt-21062017- 17.18)

www.edrolnapitupulu.com.

Kembali ke awal – bagian 1

Sepenggal Kisah Bangsa Toba dari Sisi Marga Napitupulu – bagian 2

Kemiripan Toba dan Toraja

Suku Bangsa Toba mempunyai kemiripan atau boleh saya katakan kesamaan dengan suku bangsa Toraja. Mengapa saya katakan demikian?

Pertama, hasil budaya keduanya sangat mirip mulai dari hasil tenun kain, rumah adat, hingga acara adat.

Hasil tenun kain Toba disebut kain Tenun Ulos umumnya bermotif garis vertikal, horisontal dan ukiran (gorga) dengan  warna dominan merah, hitam dan putih yang kerap dihiasi benang emas atau perak,  sedangkan hasil tenun ikat Toraja disebut Tenun Toraja umumnya bermotif garis vertikal, paruki dan parumba dengan warna dominan hitam, cokelat, biru tua dan merah.  Kedua tenun kedua suku bangsa ini digunakan untuk acara adat khusus selain perlambang kehormatan. 

Rumah adat khas Toba adalah bentuk atapnya melengkung dan pada ujung atap sebelah depan dilekatkan tanduk kerbau. Rumah khas tersebut dapat difungsikan sebagai tempat tinggal disebut Ruma atau tempat penyimpanan hasil tani (lumbung) disebut Sopo . Dinding rumah terdapat ukir-ukiran yang berwarna merah, putih dan hitam dikenal dengan nama gorga.

Untuk rumah adat khas Toraja dikenal dengan nama Tongkonan bentuk atapnya melengkung menyerupai perahu dan dibagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Umumnya di depan tongkonan dibangun lumbung padi yang disebut Alang yang depannya dihiasi ukiran bergambar ayam dan matahari dikenal dengan nama pa’bare allo, simbol untuk menyelesaikan perkara.

Upacara adat pernikahan dan kematian pada suku Toba sarat dengan perlakukan/prosesi  khusus seperti alunan musik seperti gondang dan uning-uningan, menari (manortor), pemberian ulos (mangulosi) dan jamuan makan besar. Pada acara pernikahan ada syarat mahar yang patut disepakati kedua keluarga perempuan dan laki-laki, disebut dengan sinamot. Pada acara kematian bilamana  mendiang yang akan dikuburkan sudah sempurna beranak cucu-cicit maka upacara dapat berlangsung hingga seminggu penuh dan dengan kegembiraan.

Demikian juga dengan upacara adat pernikahan suku Toraja sarat dengan perlakukan/prosesi  khusus seperti arak-arakan dengan Payung Kebesaran sebelum ke pelaminan dan jamuan makan besar dan minum tuak.  Upacara adat kematian juga sarat prosesi  yang mewah dikenal dengan nama Rambu Solo sebagai wujud penyempurnaan kematian, diawali dengan perarakan kerbau, pertunjukan musik daerah, pertunjukan tarian adat, pertunjukan adu kerbau hingga penyembelihan kerbau yang hingga bernilai milyaran sebagai hewan kurban.

Baik suku Toba maupun suku Toraja meyakini mitos bahwa nenek moyang mereka berasal dari nirwana dengan gelar Batara Guru yang berasal dari bahasa Sanskritt (Bhatara)Batara guru dalam mitologi suku Toba adalah anak dari dewa tertinggi, Mulajadi Na Bolon yang menguasai bumi. Begitu juga dengan Batara Guru dalam mitologi suku Toraja juga anak seorang dewa tertinggi, Sang Patotoqe atau Pong Banggai di Rante bertugas menguasa bumi.

Dari ketiga parameter tersebut di atas, besar dugaan Toba dan Toraja berasal dari populasi moyang yang sama. Pertanyaannya adalah mana yang tua atau si-abangan mana yang muda atau si-adek-an.

Sebelum melangkah jauh kepada sisi asal-muasal lebih dalam, ada baiknya membaca bagian ketiga perihal teori DNA terbaru asal-usul ras manusia dikaitkan dengan kedua suku dan penuturan sejarah mengenai keduanya pada bagian ketiga selanjutnya. (jkt-24052017)

www.edrolnapitupulu.com.

Lanjut ke bagian 3

Sepenggal Kisah Bangsa Toba dari Sisi Marga Napitupulu – bagian 1

Toba 1

Napitupulu.

Sebuah nama marga di suku Toba, Sumatera Utara. Menurut silsilah keluarga, saya berada pada garis keturunan no. 14 dari garis Napitupulu Sieang. Almarhum bapak saya beserta keluarga pendahulu kami telah lama bermukim di Desa Parsambilan, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir.

Saya sendiri dalam catatan kependudukan atau sipil secara sadar oleh kedua orang tua yang merantau ke tana batavia tidak dicantumkan. Alasan mereka saat saya tanya adalah untuk mempermudah pengurusan karena sentimen ras atau agama cenderung menyulitkan pengurusan akte kelahiran kala itu. Maka jadilah hingga sekarang, nama saya dalam register WNI tidak ada marganya.  Untuk memperbaiki agar marga tidak punah, maka keturunan saya saya sematkan sejak pertama kelahiran dengan nama belakang Napitupulu.

Tidak banyak literatur yang sahih perihal garis keturunan suku Toba moyang hingga masa kini. Setiap saya tanya ke para tetua marga, selalu bermula dari Raja Batak.  Nama Batak sendiri masih jadi belum kuat referensinya. Seperti diulas para ahli, Batak merupakan sebutan untuk kaum budak namun seiring perjalanan sejarah sebutan para penguasa untuk budak daerah Sumatera , Bata’menjadi nama suku yakni Batak.

Kitab kuno menyatakan bahwa keturunan manusia purbakala adalah dari Adam kemudian setelah peristiwa Bah maka keturunan manusia modern adalah dari Nuh. Dalam silsilah Batak, tak satu pun merunut pada nenek moyang pertama setelah Bah.  Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan garis keturunan yang lengkap mulai dari zaman Nuh hingga zaman sekarang.

Berdasarkan sejarah maupun literatur yang saya sempat telisik, suku Toba yang bermukim di Pulau Samosir maupun sekeliling pinggiran Danau Toba kemungkinan besar dan sangat mirip dengan suku purba di Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Luwu.

Kerajaan Luwu adalah kerajaan purba yang menguasai wilayah Indonesia sekarang dan berdagang sekaligus bermigrasi hingga ke India, Afrika dan Cina.  Peradaban dan tanah tinggal penduduk atau suku Kerajaan Luwu sangat beragam mulai dari dataran tinggi, dataran rendah hingga pesisir pantai. Percampuran antar suku dataran tinggi dan suku pesisir sangat mungkin terjadi yakni suku Toraja dan suku Bugis.

Peranakan campuran ini suka berlayar dan berdagang melintasi perairan Selat Malaka maupun Laut China Selatan bahkan Samudera India.  Suatu  waktu mereka berlayar menuju Afrika melalui perairan Selat Malaka. Karena badai dan cuaca buruk sebelum masuk selat, mereka memutuskan menuju daratan terdekat menuju sungai. Melintaslah mereka melalui Sungai Asahan dan berujung ke daerah dekat  pinggiran Danau Toba. Bermukimlah mereka di sana dan beranak cucu, hingga berserak menyeberang ke dataran pulau Samosir.

Yang mempunyai garis keturunan Toraja (To Riaja) , bermukim di perbukitan pulau Samosir sekitar daerah Urat. Membangun peradaban suku dengan asas ketua adat dataran tinggi orang gunung, Raija. Guna mengingatkan kampung halaman mereka maka yaitu To Riaja, tetua kampung diberikan gelar “Riaja” yang memudahkan penyebutan menjadi “Raja”. Dari sinilah kemungkinan besar gelar Raja dari raja-raja suku Toba atau Batak Toba.

Mulai dari cara mendirikan rumah, tenun ikat, kepercayaan hingga bercocok tanam maka tak dapat dipungkiri suku Toba (Batak) adalah sub-suku dari suku Toraja (Toriaja).

Perihal deskripsi kesamaan kedua suku ini akan saya bahas di bagian kedua (2). (Jkt-22052017)
www.edrolnapitupulu.com

Lanjut ke bagian 2

Penjelajah IDE

Kalau boleh aku katakan, rutinitasku tak jauh dari bepergian kemana-mana entah itu untuk tujuan rekreasi atau berkaitan dengan pekerjaan atau hunting gambar. Secara harafiahnya menurut kamus besar bahasa Indonesia, dapat diartikan Jelajah. Sebagai pelaksana jelajah, aku dapat dikatakan seorang Penjelajah.

Kalau kamu pernah mendengar ada film kartun anak, mirip-mirip demikian, “Dora The Explorer”. Namun aku lebih memilih untuk tidak menjadi Dora. Aku mengambil peran sebagai diriku sendiri, yakni seorang Penjelajah IDE, Explorer of Ideas.

Mengurai ide

Ide-ide yang sering muncul di benak dan hati ku perlu aku tuangkan dalam sebuah tulisan. Blog ini menjadi semacam sili-sili atau coretan atau lukisan kata tentang ide atau kisi-kisi kehidupan. Ide itu bisa dari hasil batinku, boleh juga meminjam suatu ide seseorang dan memodifikasinya, dapat juga menggabungkan beberapa ide menjadi ide lainnya. Ide yang sifatnya tidak terbatas mungkin sama halnya dengan pikiran manusia dan alam semesta ini, untuk saat ini.

Semoga tulisan Penjelajah IDE ini mampu menginspirasi sidang pembaca sekalian. Selamat menikmati eksplorasi kata. (jkt-21022017; 14.23)

www.edrolnapitupulu.com